Jumat, 26 Februari 2016

ASSIGNMENT


1. Penilaian observasi dalam bentuk jurnal
2. Kisi-kisi dan angket penilaian diri
3. Angket penilaian teman sejawat

Note :
Materi untuk penilaian diambil berdasarkan tugas aspek kognitif minggu lalu

Jadikan Permendikbud Nomor 53 Tahun 2015 sebagai acuan

Semua tugas (kognitif dan afektif) dimasukan kedalam map tulang warna hijau dalam bentuk portofolio dan dijadikan syarat untuk mengikuti ujian tengah semester


Good luck

Kamis, 18 Februari 2016

ASPEK AFEKTIF


Pengertian Ranah Afektif Domain afektif adalah ranah pendidikan yang menekankan suara perasaan, emosi, tingkat penerimaan ataupun penolakan. Objek afektif beragam dari perhatian yang bersifat sederhana untuk memilih fenomena sampai dengan hal kompleks tetapi secara internal konsisten dengan kualitas karakter dan suara hati Domain afektif merupakan kawasan pendidikan yang tidak dapat dipisahkan dengan domain-domain yang lain. Karena sebagai kawasan tujuan pendidikan, ketiga domain ini saling mendukung.

Objek domain afektif menurut Krathwohl (1973 : 24) unsur-unsurnya terdiri dari minat (interest), sikap (attitude), nilai (value), apresiasi (apresiation), dan penyesuaian (adjustmen). Ajzen dan Fishbein (1975) membagi dalam kepercayaan (belief), sikap (attitude), keinginan atau maksud (intention), dan perilaku (behaviour). Berdasarkan pengetahuan yang dimiliki akan berpengaruh terhadap sikap seseorang. Internalisasi pengetahuan dan sikap seseorang akan berpengaruh terhadap sikap dan kecendrungan berperilaku seseorang. Berbeda dengan Ajzen dan Fishbein, Hammond (Worthen dan Sanders, 1973) menyatakan bahwa objek pendidikan disamping kognitif, dan psikomotorik juga afektif. Objek afektif ini meliputi unsur perhatian, minat (interest), sikap (attitude), perasaan (feeling), dan emosi (emotion). Menurut Hoopkins dan Antes (1990) unsur-unsur domain afektif meliputi emotion, interest, attitude, value, character development dan motivation. Berdasarkan uraian diatas, dapat diidentifikasikan bahwa unsur-unsur domain afektif paling tidak meliputi perhatian/ minat, sikap, nilai, apresiasi, kepercayaan, perasaan, emosi perilaku, keinginan, dan penyesuaian.

a.  Sikap
Sikap merupakan suatu kecendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Penilaian sikap adalah penilaian  yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.

Mueller dalam Sudaryono (2012) menyampaikan 5 defenisi dari lima ahli, yaitu sebagai berikut. Sikap adalah afeksi untuk melawan, penilaian tentang suka atau tidak suka, tanggapan positif atau negatif terhadap suatu objek (Thurstone). Sikap adalah kecendrungan untuk bertindak ke arah atau melawan suatu faktor lingkungan (Emory Bogardus). Sikap adalah kesiapan mental atau saraf (Goldon Allport). sikap adalah konesistensi dalam tanggapan terhadap objek – objek sosial (Donald Cambell). Sikap merupakan tanggapan tersembunyi yang ditimbulkan oleh suatu nilai (Ralp Linton).   Sikap dalam kamus bahasa Indonesia diartikan dengan pandangan seseorang terhadap suatu objek tertentu, pembawaan dan tingkah laku. Sikap dalam bahasa Inggrisnya disebut attitude adalah suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang, suatu kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap suatu perangsang atau situasi yang dihadapi.  Menurut Ellis (1998:141) yang sangat memegang penting dalam sikap adalah faktor perasaan atau emosi dan reaksi / respon atau kecenderungan untuk bereaksi. Sebagai reaksi, sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike).

Ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi yaitu bakat, minat, pengalaman, pengetahuan, intensitas perasaan dan situasi lingkungan.   Beberapa ahli psikologi berpendapat bahwa sikap adalah merupakan kecenderungan seseorang bereaksi terhadap suatu objek tertentu sesuai dengan pengalaman dan kondisi lingkungannya (Klesler, Collins, Miller dan Fishben, 1975:6). Winkel (1984:30) memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan sikap adalah “Kecenderungan dalam diri subjek menerima atau menolak objek berdasarkan pada penilaian objek itu sebagai objek yang berharga”. Menurut Joesmani (1988:61) “Sikap adalah kecenderungan seseorang terhadap objek, dimana kecenderungan itu bisa setuju atau tidak setuju, atau diantara kedua rentang itu”.   Dalam kehidupan setiap  individu mempunyai kecenderungan untuk berinteraksi dengan sesuatu yang ada di sekitarnya atau lingkungan dimana dia berada, baik terhadap gejala-gejala sosial maupun aktivitas-aktivitas tertentu. Untuk mengadakan interaksi ini, sikap merupakan salah satu faktor yang dapat memberikan penilaian apakah objek yang ada di sekitarnya berharga atau tidak bagi dirinya. Sikap merupakan salah satu aspek psikis atau mental yang akan membentuk pola berpikir tertentu pada setiap individu. Pola pikir ini akan mempengaruhi setiap kegiatan yang akan dilakukan didalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian sikap akan turut menentukan perilaku seseorang dalam hubungannya dengan memberikan penilaian terhadap objek-objek tertentu.   Sarwono (1976) mengatakan bahwa sikap ini dapat bersifat positif atau bersifat negatif. Syah (1996) mengemukakan bahwa sikap siswa yang positif terutama pada guru dan mata pelajaran yang disajikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses pembelajaran siswa. Sebaliknya, sikap negatif siswa terhadap guru pengajar dan mata pelajaran, kemudian diiringi kebencian maka dapat menimbulkan kesulitan belajar.

 Faktor pendorong sikap untuk melakukan sesuatu terdiri dari beberapa faktor. Herzbeg (1976) membagi atas enam faktor yaitu
(1) pengakuan, penghargaan yaitu yang diberikan kepada seseorang baik yang datang dari gurunya, teman sejawat ataupun orang lain,
(2) prestasi yaitu prestasi belajar yang dicapai oleh seseorang dalam belajar,
(3) kemungkinan berkembang yaitu baik melalui pendidikan dan pelatihan,
(4) peningkatan yaitu kesempatan untuk meningkatkan keahlian dirinya,
(5) tanggung jawab yaitu kemampuan untuk menyelesaikan tugas tepat pada waktunya,
(6) pelajaran itu sendiri yaitu jenis pelajaran yang dilakukan dengan tugas yang baru dilaksanakan baik yang bersifat rutin, bervariasi mudah maupun sukar. Sikap dapat dibentuk sebagai hasil dari suatu yang dipelajari. Sikap bisa saja dipengaruhi oleh orang lain, guru dan teman. Sebaliknya sikap juga dapat dipengaruhi perbuatan dan tingkah laku seseorang (Azwar, 1998;15).

b.  Minat
Kartono (1982) menyatakan bahwa minat adalah salah satu faktor yang ada dalam diri individu yang menunjukkan perhatian, menjadi pendorong yang lebih kuat untuk berhubungan lebih efektif dengan objek tertentu. Selanjutnya Walgito (1981:38) menyatakan bahwa minat adalah sesuatu dimana seseorang mempunyai perhatian terhadap objek tertentu yang disertai keinginan untuk mengetahui dan mempelajari serta mampu membuktikan lebih lanjut.

Winkel (1999) menjelaskan bahwa minat merupakan suatu kecenderungan jiwa yang bersifat menetap dalam diri seseorang untuk merasa senang dan tertarik kepada hal-hal tertentu. Selanjutnya Hurlok (1996) menyatakan bahwa minat merupakan sumber motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan apa yang mereka inginkan dan mereka bebas memilih. Apabila mereka melihat bahwa sesuatu akan menguntungkan, mereka merasa berminat untuk melakukannya, kemudian akan mendatangkan kepuasan tersendiri bagi mereka.   Minat siswa juga sangat mempengaruhi cara belajarnya. Jika mereka tertarik terhadap mata pelajaran tertentu, maka minat belajar cenderung menjadi tinggi, kegiatan belajar pun menjadi meningkat dalam arti siswa akan lebih aktif dan sungguh-sungguh dalam melakukan kegiatan belajar. Hal ini ditegaskan Hurlock (1996), bahwa siswa yang berminat terhadap suatu kegiatan belajar akan berusaha lebih keras untuk memahami materi pembelajaran dibanding siswa yang kurang berminat terhadap kegiatan belajar tersebut. Oleh karena itu, jika guru  berharap agar proses belajar mengajar terlaksana secara optimal, maka guru harus mampu merangsang minat dan motivasi siswa atau siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar.

Suryabrata (1984) mengkategorikan minat belajar kedalam tiga kategori yaitu (1) volenter adalah minat yang timbul secara suka rela dalam diri pelajar tanpa pengaruh unsur dari luar, (2) involenter adalah minat yang timbul akibat pengaruh situasi yang diciptakan oleh pengajar (guru), dan (3) nonvolenter adalah minat yang sengaja ditimbulkan karena keharusan atau terpaksa harus berminat. Walaupun ketiga unsur yang mempengaruhi timbulnya minat dalam diri keadaan yang berbeda, namun kesemuanya menunjukkan bahwa minat merupakan unsur penting untuk menimbulkan perhatian belajar siswa. Minat melahirkan perhatian spontan dan perhatian spontan memungkinkan tercapainya konsentrasi untuk waktu yang lama.

Minat merupakan salah satu faktor yang dapat menimbulkan konsentrasi, sehingga suatu mata pelajaran hanya dapat dipelajari dengan baik apabila mahasiswa dapat konsentrasi terhadap pelajaran itu.  Minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman yang  mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus,  aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian (Getzel, 1966).Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia  minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.

C. Konsep diri
Konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik. Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri.

d. Nilai
Nilai adalah suatu objek, aktivitas, atau ide yang dinyatakan oleh individu dalam mengarahkan minat, sikap, dan kepuasan (Tyler, 1973:7). Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk.

Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan. Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti sikap dan perilaku. Arah nilai dapat positif dan dapat negatif. Selanjutnya intensitas nilai dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu.

e. Moral
Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukandiri sendiri. Moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang. Aspek afektif yang dominan pada mata pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi meliputi ketelitian, ketekunan, dan kemampuan memecahkan masalah secara logis dan sistematis (SK Dirjen Mandikdasmen Nomor12/C/KEP/TU/2008 tentang Bentuk dan Tata Cara Penyusunan Laporan Hasil Belajar Peserta Didik Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah).


Jenjang Kemampuan Ranah Afektif
Ranah afektif dikelompokkan ke dalam lima jenjang, yaitu: receiving, responding, valuing, organization dan characterization by a value or value complex.

1. Receiving atau Attending (Menerima atau Memperhatikan)
 Purwanto (2011) mengatakan bahwa receiving atau menaruh perhatian adalah kesediaan menerima rangsangan dengan memberikan perhatian pada rangsangan yang datang adanya. Receiving merupakan kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar.

Receiving atau attenting juga sering diberi pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu obyek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri ke dalam nilai itu atau mengidentikkan diri dengan nilai itu.

2.Responding (Menanggapi)
Responding mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Jenjang ini setingkat lebih tinggi dibandingkan jenjang receiving. Contoh hasil belajar ranah afektif jenjang responding adalah: peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajari lebih jauh atau mengenali lebih dalam lagi tentang kedisiplinan.


3. Valuing (Menilai atau Menghargai)
Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing merupakan tingkatan afektif yang lebih tinggi daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dengan proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila sesuatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan telah mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian. Nilai itu telah mulai dicamkan (internalized) dalam dirinya. Dengan demikian maka nilai tersebut telah stabil dalam diri peserta didik. Contoh hasil belajar afektif jenjang valuing adalah tumbuhnya kemauan yang kuat pada diri peserta didik untuk berlaku disiplin, baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

4. Organization (Mengorganisasikan)
Organization artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang lebih universal, yang membawa kepada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk di dalamnya hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh hasil belajar afektif jenjang organization adalah peserta didik mendukung penegakan disiplin nasional. Mengatur atau mengorganisasikan ini merupakan jenjang sikap atau nilai yang lebih tinggi lagi dibandingkan receiving, responding dan valuing.

5. Characterization by a Value or Value Complex (Karakterisasi dengan Suatu Nilai Atau Komplek Nilai)
Merupakan keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pol kepribadian dan tingkah lakunya. Di sini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalam suatu hierarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini merupakan tingkatan afektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana. Ia telah memiliki phylosophy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang cukup lama, sehingga membentuk karakteristik “pola hidup”, tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat diramalkan. Contoh hasil belajar afektif pada jenjang ini adalah siswa telah memiliki kebulatan sikap wujudnya dalam menjalankan perintah Tuhan YME sebagai pegangan hidupnya dalam hal yang menyangkut kedisiplinan, baik kedisiplinan di sekolah, di rumah, maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

Jumat, 12 Februari 2016

KAIDAH PENULISAN SOAL ASPEK KOGNITIF


A. KAIDAH PENULISAN SOAL OBJEKTIF Penulisan soal untuk aspek kognitif harus memerhatikan kaidah-kaidah dari segi :
1. Materi 
2. Konstruksi 
3. Bahasa.   

Kaidah penulisan soal aspek kognitif dari segi materi pembelajarannya yaitu 
1. Soal harus sesuai dengan indikator. Artinya soal harus menanyakan perilaku dan materi yang hendak diukur sesuai dengan rumusan indikator dalam kisi-kisi. 

2. Pengecoh harus berfungsi 

3. Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar. Artinya, satu soal hanya mempunyai satu kunci jawaban.   



Kaidah penulisan soal aspek kognitif dari segi konstruksi yaitu 
1. Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas. Artinya, tidak menimbulkan pengertian atau penafsiran yang berbeda dari yang dimaksudkan penulis. 

2. Setiap butir soal hanya mengandung satu persoalan/gagasan 

3. Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja. 

4. Pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban yang benar. Artinya, pada pokok soal jangan sampai terdapat kata, kelompok kata, atau ungkapan yang dapat memberikan petunjuk ke arah jawaban yang benar. 

5. Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda. Hal ini untuk mencegah terjadinya kesalahan penafsiran peserta didik terhadap arti pernyataan yang dimaksud. 

6. Pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi. Artinya, semua pilihan jawaban harus berasal dari materi yang sama dan semua pilihan jawaban harus berfungsi. 

7. Panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama. Kaidah ini diperlukan karena adanya kecenderungan peserta didik memilih jawaban yang paling panjang karena seringkali jawaban yang lebih panjang itu lebih lengkap dan merupakan kunci jawaban.

8. Pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan “Semua pilihan jawaban di atas salah" atau "Semua pilihan jawaban di atas benar". 

9. Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka atau kronologis. 

10. Gambar, grafik, tabel, diagram, wacana, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas dan berfungsi. 

11. Rumusan pokok soal tidak menggunakan ungkapan atau kata yang bermakna tidak pasti seperti: sebaiknya, umumnya, kadang-kadang. 

12. Butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya.   


Kaidah penulisan soal aspek kognitif dari segi bahasa yaitu 
1. Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Kaidah bahasa Indonesia dalam penulisan soal di antaranya meliputi: pemakaian kalimat, pemakaian kata, pemakaian ejaan. 

2. Bahasa yang digunakan harus komunikatif, sehingga pernyataannya mudah dimengerti peserta didik. 

3. Pilihan jawaban jangan yang mengulang kata. 

4. Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat jika soal akan digunakan untuk daerah lain atau nasional. 

5. Rumusan soal tidak mengandung kata yang dapat menyinggung perasaan siswa.   


B. KAIDAH PENULISAN SOAL URAIAN 
1. Materi  
a.Soal harus sesuai dengan indikator.

b.Pertanyaan harus diberikan batasan jawaban yang diharapkan.  

c.Materi yang ditanyakan harus sesuai dengan tujuan peugukuran.  

d.Materi yang ditanyakan harus sesuai dengan jenjang sekolah 


2. Konstruksi  
a.Menggunakan kata tanya/perintah yang menuntut jawaban terurai.  

b.Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal.  

c.Setiap soal harus ada pedoman penskorannya.  

d.Tabel, gambar, grafik, yang disajikan harus jelas, terbaca, berfungsi. 


3. Bahasa  
a.Rumusan kalimat soal harus komunikatif.

b.Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar (baku).  

c.Tidak menimbulkan penafsiran ganda.

d.Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu.  

e.Tidak mengandung kata/ungkapan yang menyinggung perasaan peserta didik. 

Sabtu, 06 Februari 2016

ASPEK KOGNITIF



A. RANAH PENGETAHUAN TAKSONOMI BLOOM
Taksonomi  Bloom  ranah kognitif merupakan salah satu kerangka dasar untuk pengkategorian tujuan-tujuan pendidikan, penyusunan tes, dan kurikulum (Gunawan dan Palupi, tanpa tahun: 16). Tujuan kognitif atau ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak).

Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktifitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Sebelum direvisi, pada ranah kognitif itu terdapat enam jenjang proses berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai jenjang yang tertinggi yang diurutkan secara hierarki piramida.


1. Pengetahuan (Knowledge)/C1
Pengetahuan merupakan aspek paling dasar dalam taksonomi Bloom. Dapat disebut juga aspek ingatan (recall). Dalam jenjang kemampuan ini seseorang dituntut untuk mengenali dan mengetahui adanya konsep, fakta, atau istilah-istilah, dan sebagainya tanpa harus mengerti atau dapat menggunakannya (Daryanto, 1999: 103). 

Menurut Purwanto (2006: 44) dalam hal ini siswa  hanya dituntut untuk menyebutkan kembali atau menghafal saja. Untuk itu tipe tes yang paling anyak dipakai adalah tipe melengkapi (completion type), tipe isian (fill-in), dan tipe dua pilihan (true-false). 

2.Pemahaman (Comprehension)/C2 
Tingkat kemampuan ini mengharapkan siswa mampu memahami arti dan konsep, situasi, serta fakta yang diketahuinya (Purwanto, 2006: 44). Pemahaman  bersangkutan dengan inti dari sesuatu, maksudnya suatu bentuk pengertian atau pemahaman yang menyebabkan seseorang mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan, dan dapat menggunakan bahan atau ide yang sedang dikomunikasikan itu tanpa harus menghubungkannya dengan bahan lain (Gunawan dan Palupi, tanpa tahun: 20). 

Seseorang siswa dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan. Bentuk soal yang sering diguakan adalah pilihan ganda dan uraian.

Kemampuan pemahaman dapat dibedakan dalam tiga tingkatan, yaitu:
a. Penerjemahan (translation)
Yaitu kemampuan untuk memahami suatu ide yang dinyatakan dengan cara lain dari pada pernyataan asli yang dikenal sebelumnya. Contoh: siswa dapat menjelaskan fungsi klorofil bagi tumbuhan.

b. Penafsiran (Interpretation)
 Yaitu kemampuan menghubungkan bagian-bagian dari grafik dengan kejadian, atau dapat membedakan yang pokok dari yang bukan pokok. Contoh: siswa dapat menjelaskan grafik tentang hubungan pertumbuhan penduduk dengan pencemaran yang disajikan dengan kata-katanya sendiri (verbal).

c. Ekstrapolasi (Ekstrapolation) Yaitu kemampuan untuk melihat kecendrungan atau arah atau kelanjutan dari suatu temuan. Contoh: siswa dapat meramalkan apa yang akan terjadi apabila terjadi penggundulan hutan besar-besaran.

3.Penerapan (Apllication)/C3
Tingkat kemampuan ini menuntut siswa untuk bisa menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, metode-metode, prnisip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori, dan sebagainya dalam situasi baru dan konkret.

Situasi yang digunakan haruslah baru karena apabila tidak demikian, maka kemampuan yang diukur bukan lagi penerapan melainkan ingatan semata-mata. Pengukuran kemampuan ini umumnya menggunakan pendekatan pemecahan masalah (problem solving) (Sudaryono, 2012: 44).

Bentuk soal yang sesuai untuk mengukur aspek penerapan antara lain adalah pilihan ganda dan uraian. Dibandingkan tes pilihan ganda, tes uraian lebih cocok untuk mengukur kemampuan penerapan ini. Contoh: siswa dapat memecahkan kasus persilangan dengan menggunakan perhitungan mendel atau siswa dapat menghitung kepadatan populasi suatu organisme berdasarkan rumus yang telah diberikan.

4. Analisis (Analysis)/C4
Tahap kemampuan ini mengharapkan siswa dapat menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antaranya (Sudaryono, 2012: 45).

Analisis diartikan sebagai pemecahan atau pemisahan suatu komunikasi (peristiwa, pengertian) menjadi unsur-unsur penyusunnya, sehingga ide (pengertian, konsep) itu relatif menjadi lebih jelas dan/atau hubungan antar ide-ide lebih eksplisit (Gunawan dan Palupi, tanpa tahun: 20).

Purwanto (2006: 46) mengatakan bahwa kemampuan analisis ini dapat berupa kemampuan untuk memahami dan menguraikan bagaimana proses terjadinya sesuatu atau cara bekerjanya sesuatu.

Kemampuan analisis ini dibedakan atas tiga kelompok, yaitu:
a. Analisis unsur
Kemampuan merumuskan asumsi-asumsi serta mengidentifikasi unsur-unsur penting yang mendukung asumsi yang telah ditentukan. Misalnya siswa mampu merumuskan asumsi tentang fotosintesis dimana amilum dihasilkan tanpa bantuan cahaya matahari.

Unsur-unsur yang mendukung asumsi tersebut adalah adanya karbondioksida dan hidrogen (hasil fotolisis air) yang bereaksi sehingga menghasilkan amilum pada proses reaksi gelap.

b. Analisis hubungan
Kemampuan mengenal unsur-unsur dan beberapa pola hubungan serta sistem atau hipotesisnya. Kalau pada tingkat analasis unsur, siswa hanya menjelaskan apa yang ingin disampaikan dari sebuah pernyataan/permasalahan maka pada analisis hubungan, siswa sudah mampu menghubungkan bagian-bagian atau elemen-elemen dari suatu komunikasi. Misalnya, siswa mampu menemukan sebab-sebab menurunnya laju fotosintesis berdasarkan data yang tersedia.

c. Analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi
Kemampuan menganalisis pokok yang melandasi tatanan suatu organisasi. Kemampuan-kemampuan yang tergolong dalam tingkat analisis prinsip-prinsip yang terorganisasi adalah kemampuan mengenal bentuk dari pola suatu karya sastra atau karya seni. Misalnya, siswa mampu menentukan nasihat yang tersirat dari suatu cerita.

5. Sintesis (Synthesis)/C5
Kemampuan sintesis merupakan kebalikan dari kemampuan analisis. Jenjang sintesis merupakan kemampuan untuk mengintegrasikan bagian-bagian yang terpisah menjadi suatu keseluruhan yang terpadu, atau menggabungkan bagian-bagian sehingga terjelma pola yang berkaitan secara logis, atau mengambil kesimpulan dari peristiwa-peristiwa yang ada hubungannya satu dengan yang lainnya.

Kemampuan sintesis dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe, yaitu:
a. Kemampuan menemukan hubungan yang unik
Kemampuan melahirkan suatu bentuk komunikasi yang unik adalah hasil belajar yang mencerminkan kemampuan siswa untuk membuat karya tulis. Kemampuan ini disebut unik karena suatu karya tulis tentang topik yang sama yang ditulis oleh dua orang akan menunjukkan hasil yang berbeda.

Hasil belajar yang termasuk pada tingkatan ini adalah kemampuan menulis cerita, esei untuk kesenangan pribadi atau untuk menghibur orang lain, kemampuan menceritakan perjalanan pribadi secara efektif, kemampuan menulis komposisi musik yang sederhana, kemampuan menceritakan pengalaman melakukan penelitian terhadap interaksi hewan.

b. Kemampuan membuat rancangan
Contoh kemampuan pada tingkat ini adalah kemampuan menentukan rencana atau langkah yang baru. Kalau dalam kemampuan penerapan, yang dituntut adalah kemampuan menerapkan pengetahuan dalam situasi yang baru.

Dalam hasil belajar penerapan, yang baru adalah masalah yang dihadapi. Sedangkan dalam hasil belajar sintesis, yang baru adalah usaha penyelesaiannya. Contoh rumusan tujuan pada tingkat ini adalah siswa mampu menyimpulkan  langkah-langkah yang harus ditempuh masyarakat untuk mencegah penyebaran penyakit SARS.

c. Kemampuan mengembangkan suatu tatanan (set) hubungan yang abstrak
Kemampuan pada tingkat ini adalah hasil belajar yang menunjukkan kemampuan merumuskan hipotesis berdasarkan gejala dan fakta yang diobservasi, menarik kesimpulan yang bersifat generalisasi, mengubah hipotesis berdasarkan hal-hal yang baru, dan sebagainya.

Contoh: siswa mengamati pertumbuhan kacang hijau yang ditanam di tempat yang berbeda. Kacang hijau pertama ditanam di pot yang diletakkan di ruangan terbuka yang terkena sinar matahari, kacang hijau itu mempunyai daun yang bagus berwarna hijau dan batangnya agak pendek.

Sedangkan kacang hijau yang lain ditanam di pot yang diletakkan di tempat yang gelap dan ada celah yang bisa ditembus sinar matahari, kacang hijau itu mempunyai daun yang pucat dan batangnya panjang, serta mengarah ke sumber cahaya. Dari gejala dan fakta yang tampak, siswa dapat menarik kesimpulan bahwa pertumbuhan kacang hijau dipengaruhi oleh cahaya.

6. Penilaian (Evaluation)/C6
Dengan kemampuan penilaian, siswa diharapkan mampu membuat suatu penilaian tentang suatu pernyataan, konsep, situasi, dan sebagainya berdasarkan kriteria tertentu (Purwanto, 2006: 47).

Kriteria yang digunakan dalam penilaian ini dapat bersifat intern dan ekstern. Kriteria internal adalah kriteria yang berasal dari situasi atau keadaan yang dievaluasi itu sendiri, misalnya, menunjukkan kesalahan-kesalahan logika dalam suatu argumen, sedangkan kriteria eksternal adalah kriteria yang berasal dari luar keadaan atau situasi yang dievaluasi tersebut, misalnya membandingkan teori-teori, generalisasi-generalisasi, dan fakta-fakta pokok tentang sel. (Sudaryono, 2012: 45).

Keenam jenjang berpikir pada ranah kognitif ini bersifat kontinum dan overlap (tumpang tindih), dimana ranah yang lebih tinggi meliputi semua ranah yang ada dibawahnya. Overlap di antara enam jenjang berpikir itu akan lebih jelas pada Gambar.


Keterangan:
(1) Pengetahuan adalah jenjang berpikir paling dasar.
(2) Pemahaman, mencakup pengetahuan.
(3) Aplikasi atau penerapan, mencakup pemahaman dan pengetahuan.
(4) Analisis, mencakup aplikasi, pemahaman dan pengetahuan.
(5) Sintesis, meliputi juga analisis, aplikasi, pemahaman dan pengetahuan,
(6) Evaluasi, meliputi sintesis, analisis, aplikasi, pemahaman dan pengetahuan.    


B. RANAH KOGNITIF TAKSONOMI BLOOM REVISI
Pada tahun 1994, salah seorang murid Bloom, Lorin Anderson Krathwohl dan para ahli psikologi aliran kognitivisme memperbaiki taksonomi Bloom agar sesuai dengan kemajuan zaman. Hasil perbaikan tersebut baru dipublikasikan pada tahun 2001 dengan nama Revisi Taksonomi Bloom. Revisi hanya dilakukan pada ranah kognitif.

Pada umumnya tujuan  pembelajaran  dirumuskan  berkaitan dengan hasil belajar (learning outcome) sebagai ukuran keberhasilan dari pembelajaran, dan dikerangkakan dalam penguasaan isi materi pembelajaran atau deskripsi dari apa   yang dilakukan. Dengan demikian dapat digolongkan dalam kata benda (noun), yakni pengusaan isi materi pelajaran dan dalam kata kerja (verb), yakni proses kognitif.

Contoh “siswa dapat menjelaskan 3 macam jaringan otot setelah membaca literatur dan mendengarkan penjelasan dari guru”. Kata-kata “siswa dapat menjelaskan” merupakan proses kognitif/kata kerja sedangkan “3 macam jaringan otot” merupakan kata benda. Jadi, dalam taksonomi Bloom terdapat dua aspek yaitu kata benda (noun)  dan kata kerja (verb).

Pada taksonomi bloom yang lama lebih memfokuskan pada kata benda (noun) sehingga dalam revisi taksonomi Bloom aspek “noun” dan “verb” menjadi dua aspek/dimensi yang terpisah, yaitu dimensi pengetahuan (knowledge dimension) dan dimensi proses kognitif (cognitive process dimension) (Rochmad, 2012) Revisi taksonomi Bloom melakukan pemisahan yang tegas antara dimensi pengetahuan dengan dimensi proses kognitif.

Kalau pada taksonomi yang lama dimensi pengetahuan dimasukkan pada jenjang paling bawah (pengetahuan), pada revisi taksonomi Bloom, pengetahuan benar-benar dipisah dari dimensi proses kognitif. Pemisahan ini dilakukan sebab dimensi pengetahuan berbeda dari dimensi proses kognitif. Pengetahuan merupakan kata benda sedangkan proses kognitif merupakan kata kerja (Widodo, 2006). Selain perubahan dari satu dimensi menjadi dua dimensi, revisi taksonomi Bloom juga terlihat pada dimensi proses kognitif.

Dalam dimensi proses kognitif (cognitive process dimension) terdapat enam kategori sebagaimana pada taksonomi Bloom lama, tetapi ada perubahan yaitu, kategori pengetahuan (knowledge) diganti dengan ingatan (remember),  pemahaman (comprehension) diganti dengan  memahami (understand). Penerapan (application) diganti dengan  menerapkan (apply), analisis (analysis) diganti dengan menganalisis (analyze), dan evaluasi/penilaian (evaluation) diganti dengan mengevaluasi/menilai (evaluate). Sedangkan sintesis (synthesis) bertukar tempat dengan evaluasi dan berganti sebutan mencipta (create).


Perubahan ini dibuat agar sesuai dengan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran mengindikasikan bahwa siswa  akan dapat melakukan sesuatu (kata kerja) dengan sesuatu (kata benda).

Perubahan pengetahuan dalam taksonomi Bloom menjadi dimensi tersendiri yaitu dimensi pengetahuan dalam taksonomi revisi. Pengetahuan tetap dipertahankan dalam taksonomi revisi namun berubah menjadi dimensi tersendiri karena diasumsikan bahwa setiap kategori-kategori dalam taksonomi membutuhkan pengetahuan sebagai apa yang harus dipelajari oleh siswa (Gunawan dan Palupi, tanpa tahun: 24-25)

1. Dimensi Pengetahuan (knowledge dimension)
Dalam dimensi ini akan dipaparkan empat jenis kategori pengetahuan. Tiga kategori pertama dalam taksonomi revisi ini mencakup semua jenis pengetahuan yang terdapat dalam taksonomi Bloom. Sementara kategori keempat, yaitu  pengetahuan metakognitif dan subjenisnya semuanya baru.

a. Pengetahuan faktual (Factual knowledge)
Pengetahuan faktual berisikan elemen-elemen dasar yang harus diketahui siswa jika mereka akan mempelajari suatu disiplin ilmu atau menyelesaikan masalah dalam disiplin ilmu tersebut.

Ada dua macam pengetahaun faktual, yaitu:
1) Pengetahuan tentang terminologi (knowledge of terminology)
Mencakup pengetahuan tentang label atau simbol tertentu baik yang bersifat verbal maupun non verbal. Setiap disiplin ilmu biasanya mempunyai banyak sekali terminologi yang khas untuk disiplin ilmu tersebut. Beberapa contoh pengetahuan tentang terminologi: pengetahuan tentang alfabet, pengetahuan tentang istilah ilmiah, dan pengetahuan tentang simbol dalam peta.

2) Pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur (knowledge of specific details and element)
Mencakup pengetahuan tentang kejadian, orang, waktu dan informasi lain yang sifatnya sangat spesifik. Beberapa contoh pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur, misalnya pengetahuan tentang nama tempat dan waktu kejadian, pengetahuan tentang produk suatu negara, dan pengetahuan tentang sumber informasi.

b. Pengetahuan konseptual (knowledge of conceptual)
Pengetahuan yang menunjukkan saling keterkaitan antara unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi bersama-sama.

Ada tiga macam pengetahuan konseptual, yaitu:
1) Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori (Knowledge of classifications and categories)
Mencakup pengetahuan tentang kategori, kelas, bagian, atau susunan yang berlaku dalam suatu bidang ilmu tertentu. Pengetahuan tentang kelasifikasi dan kategori merupakan pengetahuan yang sangat penting sebab pengetahaun ini juga menjadi dasar bagi siswa dalam mengkelasifikasikan informasi dan pengetahuan. Tanpa kemampuan melakukan kelasifikasi dan kategorisasi yang baik siswa akan kesulitan dalam belajar. Beberapa contoh pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori, seperti pengetahuan tentang bagian-bagian kalimat, pengetahuan tentang penggolongan hewan dan tumbuhan, dan pengetahuan tentang pengelompokan tumbuhan.

2) Pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi (Knowledge of principles and generalizations)
Prinsip dan generalisasi merupakan bagian yang dominan dalam sebuah disiplin ilmu dan digunakan untuk mengkaji masalah-masalah dalam disiplin ilmu tersebut. Contoh pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi di antaranya adalah pengetahuan tentang hukum Mendel dan pengetahuan tentang prinsip-prinsip belajar.

3) Pengetahuan tentang teori, model, dan struktur (Knowledge of theories,  models, and structures)
Pengetahuan tentang teori, model, dan struktur mencakup pengetahuan tentang berbagai paradigma, epistemologi, teori, model yang digunakan dalam disiplin-disiplin ilmu untuk mendeskripsikan, memahami, menjelaskan, dan memprediksi fenomena. Contoh pengetahuan tentang teori, model, dan struktur antara lain pengetahuan tentang teori evolusi, pengetahuan tentang model DNA, dan pengetahuan tentang model atom.

c. Pengetahuan prosedural (Knowledge of procedural)
Pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan sesuatu. Seringkali pengetahuan prosedural berisi langkah-langkah atau tahapan yang harus diikuti dalam mengerjakan suatu hal tertentu.

Pengetahuan prosedural ini terbagi menjadi  tiga  subjenis yaitu:
1) Pengetahuan tentang keterampilan khusus yang berhubungan dengan suatu bidang tertentu dan pengetahuan tentang algoritme (Knowledge of subject-specific skills and algorithms)
Mencakup pengetahuan tentang keterampilan khusus yang diperlukan untuk bekerja dalam suatu bidang ilmu atau tentang algoritme yang harus ditempuh untuk menyelesaikan suatu permasalahan.

Beberapa contoh pengetahuan yang termasuk hal ini, misalnya: pengetahuan tentang keterampilan menimbang, pengetahuan mengukur suhu air yang dididihkan dalam beker gelas, dan pengetahuan tentang memipet.

2) Pengetahuan tentang teknik dan metode yang berhubungan dengan suatu bidang tertentu (Knowledge of subject-specific techniques and methods)
Pengetahuan tentang teknik dan metode lebih mencerminkan bagaimana ilmuwan dalam bidang tersebut berpikir dan memecahkan masalah yang dihadapi.

Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya, pengetahuan tentang metode penelitian yang sesuai untuk suatu permasalahan sosial dan pengetahuan tentang metode ilmiah. Jadi, pengetahuan ini lebih difokuskan bagaimana cara berpikir dan menyelesaikan masalah-masalah, bukan hasil penyelesaian masalah atau hasil pemikirannya.

3) Pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan kapan suatu prosedur tepat untuk digunakan (Knowledge of criteria for determining when to use appropriate procedures)
Mencakup pengetahuan tentang kapan suatu teknik, strategi, atau metode harus digunakan. Siswa dituntut bukan hanya tahu sejumlah teknik atau metode tetapi juga dapat mempertimbangkan teknik atau metode tertentu yang sebaiknya digunakan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi yang dihadapi saat itu.

Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya: pengetahuan tentang kriteria untuk menggunakan larutan dalam uji makanan, pengetahuan tentang kriteria pemilihan rumus yang sesuai untuk memecahkan masalah, dan pengetahuan memilih metode statistika yang sesuai untuk mengolah data.

d. Pengetahuan metakognitif (Knowledge of metacognitive)
Yaitu kesadaran seseorang akan penggunaan pengetahuannya sendiri (Herlanti dan Nopithalia, 2010: 12). Pengetahuan ini mencakup pengetahuan tentang kognitif secara umum dan pengetahuan tentang diri sendiri.

Penelitian-penelitian tentang metakognitif menunjukkan bahwa seiring dengan perkembangannya siswa menjadi semakin sadar akan pikirannya dan semakin banyak tahu tentang kognitif, dan apabila siswa bisa mencapai hal ini maka mereka akan lebih baik lagi dalam belajar.

Pengetahuan metakognitif merupakan dimensi baru dalam taksonomi revisi. Pencantuman pengetahuan metakognitif dalam kategori dimensi pengetahuan dilandasi oleh hasil penelitian-penelitian terbaru tentang peran penting pengetahuan siswa mengenai kognisi mereka sendiri dan kontrol mereka atas kognisi itu dalam aktivitas belajar.

Pengetahuan metakognitif terbagi menjadi tiga subjenis yaitu:
1) Pengetahuan strategik (Strategic knowledge)
Mencakup pengetahuan tentang strategi umum untuk belajar, berpikir, dan memecahkan masalah. Pengetahuan jenis ini dapat digunakan bukan hanya dalam suatu bidang tertentu tetapi juga dalam bidang-bidang yang lain.

Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya: pengetahuan bahwa mengulang-ulang informasi merupakan salah satu cara untuk mengingat, dan pengetahuan tentang strategi perencanaan untuk mencapai tujuan.

2) Pengetahuan tentang tugas-tugas kognitif yang meliputi pengetahuan kontekstual dan kondisi yang sesuai (Knowledge about cognitive tasks, including appropriate contextual and conditional knowledge)
Mencakup pengetahuan tentang jenis operasi kognitif yang diperlukan untuk mengerjakan tugas tertentu serta pemilihan strategi kognitif yang sesuai dalam situasi dan kondisi tertentu.

Beberapa contoh pengetahaun jenis ini misalnya: pengetahuan bahwa buku pengetahuan lebih sulit dipahami dari pada buku populer, pengetahuan bahwa meringkas bisa digunakan untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan bahwa cara kerja sendi mirip dengan cara kerja benda-benda di sekitar siswa.

3) Pengetahuan tentang diri sendiri (Self-knowledge)
Mencakup pengetahuan tentang kelemahan dan kemampuan diri sendiri dalam belajar. Salah satu syarat agar siswa dapat menjadi pembelajar yang mandiri adalah kemampuannya untuk mengetahui dimana kelebihan dan kekurangan serta bagaimana mengatasi kekurangan tersebut.

Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya: pengetahuan bahwa seseorang yang ahli dalam suatu bidang belum tentu ahli dalam bidang lain, pengetahuan tentang tujuan yang ingin dicapai, dan pengetahuan tentang kemampuan yang dimiliki dalam mengerjakan suatu tugas.

2. Dimensi Proses Kognitif (Cognitive Process Dimension)
Dimensi proses kognitif mencakup enam katagori, yaitu:
a. Mengingat (Remember)
Mengingat merupakan usaha mendapatkan kembali pengetahuan dari memori atau ingatan yang telah lampau, baik yang baru saja didapatkan maupun yang sudah lama didapatkan.

Mengingat merupakan dimensi yang berperan penting dalam proses pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) dan pemecahan masalah (problem solving). Mengingat meliputi mengenali (recognizing) dan memanggil kembali (recalling).

1) Mengenali (recognizing) Mencakup proses kognitif untuk menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang yang identik atau sama dengan informasi yang baru. Bentuk tes yang meminta siswa menentukan betul atau salah, menjodohkan, dan pilihan berganda merupakan tes yang sesuai untuk mengukur kemampuan mengenali. Istilah lain untuk mengenali adalah mengidentifikasi (identifying). Contoh: Alat untuk mengukur tekanan darah adalah ....(Tensimeter).

2) Memanggil kembali (recalling)
Menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang apabila ada petunjuk (tanda) untuk melakukan hal tersebut. Tanda di sini seringkali berupa pertanyaan. Istilah lain untuk mengingat adalah menarik (retrieving). Contoh: Siapakah penemu sel? (Robert Hook).

b. Memahami (Understand)
Mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, mengaitkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam pemikiran siswa.

Kategori memahami mencakup tujuh proses kognitif, yaitu:
1) Menafsirkan (interpreting)
Mengubah dari satu bentuk informasi ke bentuk informasi yang lainnya, misalnya dari darikata-kata ke grafik atau gambar, atau sebaliknya, dari kata-kata ke angka, atau sebaliknya, maupun dari kata-kata ke kata-kata, misalnya meringkas atau membuat parafrase. Istilah lain untuk menafsirkan adalah mmengklarifikasi (clarifying), memparafrase (paraphrasing), menerjemahkan (translating), dan menyajikan kembali (representing).

2) Memberikan contoh (exemplifying)
Memberikan contoh dari suatu konsep atau prinsip yang bersifat umum. Memberikan contoh menuntut kemampuan mengidentifikasi ciri khas suatu konsep dan selanjutnya menggunakan ciri tersebut untuk membuat contoh. Istilah lain untuk memberikan contoh adalah memberikan ilustrasi (illustrating) dan mencontohkan (instantiating).

3) Mengklasifikasikan (classifying)
Mengenali bahwa sesuatu (benda atau fenomena) masuk dalam kategori tertentu. Termasuk dalam kemampuan mengkelasifikasikan adalah mengenali ciri-ciri yang dimiliki suatu benda atau fenomena. Istilah lain untuk mengklasifikasikan adalah mengkategorisasikan (categorising).

4) Meringkas (summarsing)
Membuat suatu pernyataan yang mewakili seluruh informasi atau membuat suatu abstrak dari sebuat tulisan. Meringkas menuntut siswa untuk memilih inti dari suatu informasi dan meringkasnya. Istilah lain untuk meringkas adalah membuat generalisasi (generalising) dan mengabstraksi (abstracting).

5) Menarik inferensi (inferring)
Menemukan suatu pola dari sederetan contoh atau fakta. Untuk dapat melakukan inferensi siswa harus terlebih dapat menarik abstraksi suatu konsep/prinsip berdasarkan sejumlah contoh yang ada. Istilah lain untuk menarik inferensi adalah mengekstrapolasi (extrapolating), menginterpolasi (interpolating), memprediksi (predicting), dan menarik kesimpulan (concluding).

6) Membandingkan (comparing)
Mendeteksi persamaan dan perbedaan yang dimiliki dua objek, ide, ataupun situasi. Membandingkan mencakup juga menemukan kaitan antara unsur-unsur satu objek atau keadaan dengan unsur yang dimiliki objek atau keadaan lain. Istilah lain untuk membandingkan adalah mengkontraskan (contrasting), mencocokkan (matching), dan memetakan (mapping).

7) Menjelaskan (explaining)
Mengkonstruk dan menggunakan model sebab-akibat dalam suatu sistem. Termasuk dalam menjelaskan adalah menggunakan model tersebut untuk mengetahui apa yang terjadi apabila salah satu bagian sistem tersebut diubah. Istilah lain untuk menjelaskan adalah mengkonstruksi model (constructing a model).

c. Menerapkan (apply)
Mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas. Oleh karena itu mengaplikasikan berkaitan erat dengan pengetahuan prosedural. Namun tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai untuk pengetahuan prosedural saja.

Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif, yaitu: menjalankan (executing) dan mengimplementasikan (implementing).
1) Menjalankan (executing)
Menjalankan suatu prosedur rutin yang telah dipelajari sebelumnya. Langkah-langkah yang diperlukan sudah tertentu dan juga dalam urutan tertentu. Apabila langkah-langkah tersebut benar, maka hasilnya sudah tertentu pula. Istilah lain untuk menjalankan adalah melakukan (carrying out).

Contoh: Berapa macamkah gamet yang dihasilkan dari hasil persilangan dengan 8 sifat beda? (2n=28= 256 macam gamet). Berapa literkah isi sebuah drum dengan tinggi 1 m dan diameter 25 cm? (Gunakan rumus volume tabung=luas alas x tinggi)

2) Mengimplementasikan (implementing)
 Memilih dan menggunakan prosedur yang sesuai untuk menyelesaikan tugas yang baru. Karena diperlukan kemampuan memilih, siswa dituntut untuk memiliki pemahaman tentang permasalahan yang akan dipecahkannya dan juga prosedur-prosedur yang mungkin digunakannya.

Apabila prosedur yang tersedia ternyata tidak tepat benar, siswa dituntut untuk bisa memodifikasinya sesuai keadaan yang dihadapi. Istilah lain untuk mengimplementasikan adalah menggunakan (using).

d. Menganalisis (analyze)
Menganalisis merupakan memecahkan suatu permasalahan dengan memisahkan tiap-tiap bagian dari permasalahan dan mencari keterkaitan dari tiap-tiap bagian tersebut dan mencari tahu bagaimana keterkaitan tersebut dapat menimbulkan permasalahan.

Ada tiga macam proses kognitif yang tercakup dalam menganalisis, yaitu membedakan (differentiating), mengorganisir (organizing), dan menemukan pesan tersirat (attributting).
1) Membedakan (differentiating)
Membedakan bagian-bagian yang menyusun suatu struktur berdasarkan relevansi, fungsi dan penting tidaknya. Oleh karena itu membedakan (differentiating) berbeda dari membandingkan (comparing).

Membedakan menuntut adanya kemampuan untuk menentukan mana yang relevan/esensial dari suatu perbedaan terkait dengan struktur yang lebih besar. Misalnya, apabila seseorang diminta membedakan antara apel dan jeruk, faktor warna, bentuk dan ukuran bukanlah ciri yang esensial.

Namun apabila yang diminta adalah membandingkan, hal-hal tersebut bisa dijadikan pembeda. Istilah lain untuk membedakan adalah memilih (selecting), membedakan (distinguishing) dan memfokuskan (focusing).

2) Mengorganisir (organizing)
Mengidentifikasi unsur-unsur suatu keadaan dan mengenali bagaimana unsur-unsur tersebut terkait satu sama lain untuk membentuk suatu struktur yang padu. Contoh: menganalisis keseimbangan dinamis suatu ekosistem.

3) Menemukan pesan tersirat (attributting)
Menemukan sudut pandang, bias, dan tujuan dari suatu bentuk komunikasi. Contoh: penentuan sebuah titik pandang bahwa manusia berasal dari kera menurut Charles Darwin).

e. Mengevaluasi (evaluate)
Membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Kriteria yang biasanya digunakan adalah kualitas, efektivitas, efisiensi, dan konsistensi.

Ada dua macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini, yaitu: memeriksa (checking) dan mengkritik (critiquing).
1) Memeriksa (checking)
Memeriksa dapat diartikan sebagai koordinasi, pendeteksian, monitoring, atau pengujian, yaitu pendeteksian ketidakkonsistenan atau kekeliruan dalam proses atau produk berdasarkan kriteria internal.

Contoh: pendeteksian keefektifan prosedur yang telah diimplementasikan, penentuan apakah kesimpulan saitis sesuai dengan data hasil observasi, atau memeriksa apakah kesimpulan yang ditarik telah sesuai dengan data yang ada.

2) Mengkritik (critiquing)
Menilai suatu karya baik kelebihan maupun kekurangannya, berdasarkan kriteria eksternal. Contoh: menilai apakah rumusan hipotesis sesuai atau tidak (sesuai atau tidaknya rumusan hipotesis dipengaruhi oleh pengetahuan dan cara pandang penilai).

f) Mencipta/membuat/mengkreasikan (create)
Mencipta  mengarah pada proses kognitif meletakkan unsur-unsur secara bersama-sama untuk membentuk kesatuan yang koheren dan mengarahkan siswa untuk menghasilkan suatu produk baru dengan mengorganisasikan beberapa unsur menjadi bentuk atau pola yang berbeda dari sebelumnya.
Perbedaan mencipta ini dengan dimensi berpikir kognitif lainnya adalah pada dimensi yang lain seperti mengerti, menerapkan, dan menganalisis  siswa  bekerja dengan informasi yang sudah dikenal sebelumnya, sedangkan pada mencipta  siswa  bekerja dan menghasilkan sesuatu yang baru.

Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini, yaitu Menggeneralisasikan (generating), merencanakan (planning), dan memproduksi (producing).
1) Menggeneralisasikan (generating)
Menguraikan suatu masalah sehingga dapat dirumuskan berbagai kemungkinan hipotesis yang mengarah pada pemecahan masalah tersebut.
Contoh: merumuskan hipotesis untuk memecahkan permasalahan yang terjadi berdasarkan pengamatan di lapangan.

2) Merencanakan (planning)
Merancang suatu metode atau strategi untuk memecahkan masalah. Contoh: merancang serangkaian percobaan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan.

3) Memproduksi (producing)
Membuat suatu rancangan atau menjalankan suatu rencana untuk memecahkan masalah. Contoh: mendesain (atau juga membuat) suatu alat yang akan digunakan untuk melakukan percobaan.


C. PENGEMBANGKAN KISI-KISI INSTRUMEN PEMBELAJARAN
1. Pengertian Kisi-kisi
Kisi-kisi merupakan suatu alat ukur atau acuan atau suatu petunjuk oleh setiap guru dalam membuat soal. Kalau seorang pelaut menggunakan kompas/ peta dalam suatu perjalanan, agar selamat sampai ketujuan, maka kompas / peta itu disebut dengan kisi-kisi. Demikian pula dengan seorang guru yang ingin menulis sebuah soal harus dibekali dengan sebuah peta penyebaran butir pertanyaan itu dapaat ditentukan dengan tepat keberhasilan seseorang. Peta penyebaran butir pertanyaan disebut dengan kisi-kisi soal. Hasil dari pembuatan kisi-kisi akan membentuk suatu instrumen pembelajaran.

Sebagaimana diketahui bahwa instrumen adalah suatu alat yang memenuhi persyaratan akademis, sehingga dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengukur suatu obyek ukur atau mengumpulkan data mengenai suatu variabel. Dalam bidang pendidikan instrumen digunakan untuk mengukur prestasi belajar siswa, faktor-faktor yang diduga mempunyai hubungan atau berpengaruh terhadap hasil belajar, perkembangan hasil belajar siswa, keberhasilan proses belajar mengajar guru, dan keberhasilan pencapaian suatu program tertentu.

Oleh karena itu diperlukan sebuah kisi-kisi yang akan digunakan untuk menyusun instrument pembelajaran sehingga kisi-kisi sebagai instrumen tes dapat dibagi dua yakni:
1) Tes
a. Kisi-kisi Instrumen Tes
Setelah tujuan tes ditetapkan, kegiatan berikutnya adalah menyusun kisi-kisi tes. Kisi-kisi ini pada dasarnya merupakan tabel matriks yang berisi spesifikasi soal yang akan ditulis. Kisi-kisi berisi tentang tujuan, standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, dan penilaian yang berisi bentuk dan jenis tagihan. Standar kompetenssi dijabarkan menjadi kompetensi dasar, kompetensi dasar dipecah menjadi beberapa indikator, dan dari indikator inilah dibuat butir-butir instrumen.

Pada dasarnya terdapat empat langkah yang harus dipenuhi untuk menulis sebuah kisi-kisi, yaitu:
a) Memilih standar kompetensi dasar
b) Memilih kompetensi dasar
c) Menulis indikator
d) Menentukan bentuk tes.

Menurut Sudijono dalam Djali dan Muljono (2008), tes adalah alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian. Tes sebagai alat penilaian pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), dan dalam bentuk perbuatan (tes tindakan).

Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidkan dan pengajaran, yang termasuk dalam kelompok tes adalah tes prestasi belajar, tes intelegensi, tes bakat, dan tes kemempuan akademik.

Tes ini terdiri dari beberapa bagian yaitu:
1. Tes uraian
Tes uraian yang sering juga disebut dengan tes essay, merupakan alat penilaian yang hasil belajar yang paling tua. Secara umum tes uraian ini adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawab dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Dengan demikian, dalam tes ini dituntut kemampuan siswa dalam mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan.

2. Tes objektif
Soal-soal bentuk objektif dikenal ada beberapa bentuk yakni:
a. Bentuk jawaban singkat
Bentuk soal jawaban singkat merupakan soal yang menghendaki jawaban dalam bentuk kata, bilangan, kalimat atau simbol. Ada dua bentuk jawaban singkat yaitu bentuk pertanyaan langsung dan bentuk pertanyaan tidak langsung

b. Bentuk soal benar-salah
Bentuk soal benar-salah addalah bentuk tes yang soal-soalnya berupa pertanyaan dimana sebagian dari pertanyaan yang benar dan pertanyaan yang salah Bentuk soal menjodohkan

c. Bentuk soal menjodohkan
terdiri dari dua kelompok pertanyaan yang paralel yang berada dalam satu kesatuan.
 Kelompok sebelah kiri merupakan bagian yang berupa soal-soal dan sebelah kanan adalah jawaban yang disediakan. Tapi sebaiknya jumlah jawaban yang disediakan lebih banyak dari soal karena hal ini akan mengurangi kemungkinan siswa menjawab yang betul dengan hanya menebak.

d. Bentuk soal pilihan ganda
Soal pilihan ganda adalah bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang benar atau paling tepat.


2) Non-tes
Kisi-kisi Instrumen nontes
Penyusunan kisi-kisi instrumen nontes didahului dengan penentuan definisi konseptual, kemudian dijabarkan lagi kedefinisi operasional. Dari definisi operasional ini kemudian dijabarkan menjadi beberapa indikator yang selanjutnya dijabarkan menjadi butir-butir instrumen.

Pada dasarnya instrumen nontes ini dibedakan menjadi tiga, yaitu skala, angket, dan inventori. Skala digunakan untuk mengukur konstruk atau konsep psikologis seperti: sikap, minat, motivasi, pendapat, dan trait lainnya, sedangkan angket digunakan untuk mengukur fakta, atau yang dianggap fakta seperti: pendidikan terakhir, jumlah anggota, penghasilan setiap bulan, dll. Sementara itu, inventori digunakan untuk mengungkap kepemilikan benda nyata, seperti: jumlah kursi, jumlah meja, dll.

3) Kisi-kisi Instrumen
Penilaian Langkah awal sebelum membuat soal adalah membuat kisi-kisi instrument penilaian. Format kisi-kisi instrumen penilaian dapat berbeda antara berbagai jenis instrumen yang berbeda. Format kisi-kisi Skala Sikap bisa saja berbeda dengan format kisi-kisi Soal, dan berbeda pula dengan format kisi-kisi pembuatan lembar observasi atau chek list.

Kisi-kisi adalah rencana dasar pembuatan satu set atau  seperangkat instrumen penilaian. Satu kisi-kisi dibuat hanya untuk satu objek tertentu yang akan diukur, karena itu kita tidak dapat membuat kisi-kisi instrumen sekaligus untuk tiga ranah tujuan pembelajaran. Satu kisi-kisi dibuat hanya untuk satu dimensi, dan untuk satu tujuan tertentu.  

4) Tahapan Pengembangan
Kisi-kisi Instrument dalam Pembelajaran Adapun beberapa tahapan yang dilakukan dalam mengembangkan kisi-kisi instrument dalam pembelajaran, adalah:
a. Tentukan tujuan membuat kisi-kisi, apakah kisi-kisi untuk membuat soal ujian semester, untuk mengukur sikap siswa, atau yang lain.

b. Tentukan objek penilaian atau ruang lingkup materi yang akan diukur. Rumuskan indikator-indikator dari masing-masing aspek yang akan diukur (jika belum ada).

c. Tentukan aspek-aspek yang akan dimuat pada kisi-kisi. Buat kisi-kisi instrumen, dengan jumlah butir instrumen  sesuai alokasi waktu yang tersedia.

Sesudah penyusunan tabel spesifikasi kisi-kisi instrumen maka untuk memperoleh seperangkat soal tes diperlukan dua langkah yaitu : (a) menentukan bentuk soal, dan (b) menuliskan soal-soal tes.

a. Menentukan bentuk soal
Ada dua hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan bentuk soal yaitu:
1) Waktu yang tersedia
2) Sifat materi yang diteskan.

Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan alokasi waktu tes adalah: Untuk tes formatif dari bahan diselesaikan dalam waktu 4-5 kali waktu pertemuan (45 menit) kira-kira memerlukan 15-20 menit, sedangkan untuk pelajaran memerlukan waktu lebih kurang 5-10 menit. Menyelesaikan soal bentuk objektif digunakan waktu yang diperlukan +½-1 menit untuk setiap butir tes. Untuk menyelesaikan soal bentuk uraian waktu yang diperlukan tergantung dari berapa lama siswa harus berfikir dan menulis jawaban.

b. Menuliskan  soal-soal tes
Langkah terakhir dari penyusunan tes adalah menuliskan soal-soal tes, langkah ini merupakan langkah paling penting karena kegagalan dalam hal ini dapat berakibat fatal.
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
1) Bahasanya harus sederhana dan mudah dipahami.
2) Satu soal tidak boleh mengandung tafsiran ganda atau membingungkan
3) Cara  memenggal  kalimat  atau  meletakkan/menata  kata-kata  perlu  sekali diperhatikan agar tidak salah tafsir.
4) Petunjuk mengerjakan.

Guru yang baik akan selalu meningkatkan mutu tes yang digunakan. Oleh karena menyusun tes itu sukar maka mereka disarankan untuk mengumpulkan saran-saran tesnya, dan disertai dengan catatan mengenai soal-soal tersebut. Dengan cara demikian maka keterampilan guru dalam menyusun tes akan meningkatkan dan memperoleh mutu tes yang maksimal.

D. KAIDAH PENYUSUNAN INSTRUMEN EVALUASI ASPEK PENGETAHUAN
Kognitif adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai, dan memikirkan lingkungannya.

Dalam mengembangkan kisi-kisi instrumen pada ranah kognitif ini, juga dibantu dengan menggunakan daftar kerja operasional dalam ranah kognitif. Berbagai macam kata kerja operasional yang digunakan untuk meninjau sejauh mana kemampuan siswa dalam memahami suatu materi pelajaran yang dituangkan dalam bentuk soal, kemudian diujikan, dan dari hasil tersebut dapat dilihat tingkat kemampuan siswa.                

Daftar contoh kata kerja operasional yang dapat dipakai untuk ranah kognitif dapat dilihat pada Tabel.